Membongkar Rahasia Psikologi Marketing brand-brand besar! Manipulasi, memanfaatkan perilaku masyarakat, framing dan menggiring persepsi mereka untuk membeli!

bias kognitif yang biasa dimanfaatkan dalam digital marketing

Pernah nyadar nggak kalau kamu sering tergoda oleh brand-brand besar, setelah membeli barang malah menyesal. Buat apa beli barang mahal-mahal tapi nggak guna, cuma ngikutin emosi sesaat! Ya, dalam dunia yang serba digital saat ini kata kuncinya adalah memanfaatkan psikologi marketing dengan memahami fungsi kerja otak manusia. Rancang metode strategi marketing dengan teliti, gunakan bias kognitif dalam copywriting untuk memicu emosi pembaca agar segera membuat keputusan untuk membeli.

Lebih hebatnya lagi, melalui pemasaran digital, semua proses mempengaruhi pikiran masyarakat tsb bisa di rancang sedemikian rupa, terstruktur dan dengan pola penyebaran yang massif. Biaya promosi lebih murah, jangkauan luas tanpa batas, dibandingkan dengan era media cetak. Bukan cuma itu, kalau kamu menguasai psikologi marketing, paham copywriting, menguasai seo dan sosial media, peluang bisnis digital marketing masih terbuka lebar bagi siapa saja yang kreatif dan konsisten!

Mau belajar SEO, Copywriting plus Psikologi Marketing serta bagaimana cara mengaplikasikannya dalam digital marketing? Klik gambar di bawah ini

whatsapp 089650502295

Perbedaan Psikologi Marketing dengan Bias Kognitif

Konsep Psikologi Marketing yang akan di bahas kali ini termasuk didalamnya adalah beberapa jenis bias kognitif – Meski sebenarnya ada perbedaan mendasar antara psikologi marketing dengan bias kognitif yang juga bagian dari psikologi yang mempengaruhi emosi manusia.

Bias Kognitif: Merupakan pola pikir atau penilaian yang menyimpang dari realita, proses pembentukan bias dalam pikiran terjadi secara tidak sadar. Ini adalah “celah” dalam pemikiran manusia yang mudah dimanfaatkan. Contohnya: efek framing untuk membiaskan pikiran mengarahkan persepsi dan emosi orang lain, anchoring, availability heuristic, dll.

Sementara Konsep Psikologi Marketing adalah penerapan dari prinsip-prinsip psikologi untuk mempengaruhi perilaku konsumen. Konsep ini bisa saja memanfaatkan bias kognitif, tetapi juga bisa menggunakan prinsip-prinsip psikologi alami yang lain, seperti mempengaruhi emosi, sosial, atau kebutuhan dasar manusia.

Bias Kognitif biasanya digunakan sebagai alat. Dalam praktek psikologi marketing, konsep bias kognitif atau membiaskan pikiran orang lain digunakan sebagai “alat” untuk mencapai tujuan pemasaran. Menurut Prof. Dan Ariely dan Prof. Daniel Kahneman dalam bukunya “Thinking, Fast and Slow” penelitian membuktikan bahwa: “Emosi mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan dan perilaku sosial manusia”.

Jangan heran siapapun yang menguasai teknik copywriting bisa sukses menjual apa saja lebih mudah, karena mereka mampu memframing pikiran orang lain, mengarahkan persepsi dan emosi pembaca untuk membeli apa yang mereka tawarkan. Contoh konsep scarcity misalnya dengan memanfaatkan bias ketersediaan (availability heuristic), menaikan ekspektasi konsumen untuk membuat nilai barang/produk yang di jual menjadi seolah-olah sangat berharga.Psikologi Marketing Trik 5 Bias Kognitif Manipulasi Pikiran!

Secara umum, Psikologi Marketing biasa digunakan untuk memicu munculnya bias pikiran. Misalnya: storytelling untuk menegaskan, menciptakan bias konfirmasi, di mana konsumen cenderung mencari informasi yang mendukung cerita yang mereka yakini sebelumnya dari cerita si storyteller tsb.

Jenis 5 Bias Kognitif Dalam Psikologi Marketing 

Dalam psikologi moderen sebenarnya ada ratusan konsep bias kognitif yang membiaskan orang dari pikiran rasional mereka berubah menjadi irrasional yang diwujudkan dalam perilaku emosional – Namun kita batasi pembahasannya hanya pada 5 jenis bias kognitif yang paling umum digunakan dalam marketing yaitu:

1. Scarcity Bias

Jenis psikologi marketing yang satu ini mungkin yang paling banyak digunakan oleh hampir semua pemasar saat menjual produk-produk mereka. Scarcity Effect adalah prinsip psikologi marketing paling lawas, namun masih tetap efektif digunakan hingga saat ini. Efek kelangkaan atau Scarcity Effect adalah dengan sengaja membatasi ketersediaan produk, menaikan ekspektasi konsumen yang mendorong mereka untuk merasa harus segera membeli produk yang ditawarkan tsb sebelum kehabisan.

Dalam marketing, pemasaran property banyak sekali menggunakan efek scarcity untuk mempengaruhi perilaku masyarakat. Contohnya: Anda pasti sering membaca, mendengar atau melihat iklan properti, misalnya Rukan A,B,C,D ini cuma 10 menit dari jalan tol, “Hanya tersisa 5 unit lagi!”, “Promo terbatas s/d akhir tahun” dsb. Mereka seolah-olah membuat properti dengan jumlah yang sangat terbatas untuk mengesankan kelangkaan unitnya. Meski sebenarnya developer membangun ratusan unit.

Atau contoh lain, Apple misalnya; Mereka sukses membangun komunitas yang eksklusif, dimana setiap kali Apple meluncurkan produk terbaru mereka, cuma bisa diakses oleh undangan tertentu – Efeknya orang rela antri berjam-jam untuk membeli hanya demi gengsi.

2. Authority Bias

Yaitu memanfaatkan bias otoritas dengan menggunakan testimonial dari para ahli, pengusaha atau tokoh terkenal, influencer ngetop dll. Publik figur yang dianggap bahwa testimonial mereka sudah memiliki otoritas mewakili opini sebagian masyarakat. Kesuksesan penjualan Nike Air Jordan di seluruh dunia lewat atlit basket legendaris Michael Jordan yang pernah menjadi Brand Ambassador Nike adalah salah satu contohnya.

Pasta gigi Colgate juga sukses menggunakan bias otoritas ini dengan narasi yang mengklaim bahwa “9 dari 10 dokter gigi merekomendasikan Colgate” dalam iklan mereka. Efek ini untuk memframing serta memanipulasi persepsi pikiran dan emosi orang awam, bahwa produk Colgate memang bagus karena direkomendasikan oleh para dokter gigi. Padahal ini cuma sekedar narasi iklan karena ada kode etik kedokteran yang melarang para dokter untuk menjadi bintang iklan yang mempromosikan produk tertentu. Apalagi jika produk tersebut terkait dengan kesehatan.

Ingin belajar bias kognitif dalam digital marketing? Klik chat whatsapp di bawah ini

Chat Whatsapp Admin

3. Decoy Bias

Decoy Effect adalah prinsip psikologi marketing yang memanfaatkan bias pikiran untuk mempengaruhi perilaku seseorang dalam membuat keputusan yang cepat (decision-making bias) menggunakan 3 perbandingan, yaitu dengan menambahkan opsi “umpan” (decoy) melalui 3 pilihan.

Opsi pertama otomatis akan menjadi bahan perbandingan awal dalam pikiran untuk mengarahkan konsumen agar membeli opsi yang kedua. Sementara opsi ketiga memang sengaja di buat kurang menarik. Efeknya akan membuat opsi kedua menjadi pilihan yang paling menarik dibandingkan dengan opsi pertama maupun opsi ketiga yang memang tidak menarik, atau sebaliknya opsi ketiga yang dijadikan unggulan.

Starbuck seringkali menggunakan Decoy Effect dengan memunculkan 3 opsi pilihan; Tall (kecil), Grande (sedang), dan Venti (besar). Harga Grande sengaja di setting tidak jauh berbeda dengan Venti, sehingga Grande menjadi decoy (umpan) untuk mendorong pembelian Venti. Dalam hal ini pikiran konsumen di manipulasi agar merasa Venti lebih bernilai karena harganya dirasa hanya sedikit lebih mahal, namun mendapatkan porsi yang jauh lebih banyak.

Atau misalnya Samsung yang menjual smartphone mereka berdasarkan kapasitas memory, misalnya untuk varian dasar 64GB dijual seharaga Rp 8,5 juta, sementara varian 256GB: Rp 9,5 jt (umpan) dan varian 512GB: Rp 10 jt. Otomatis ini akan mendorong konsumen untuk membeli varian yang 512GB – Dengan strategi marketing jitu bias kognitif seperti ini perusahaan bisa meraup keuntungan yang besar dengan memproduksi lebih banyak varian yang 512GB.

Mengapa strategi decoy effect efektif? Ini karena mengarahkan konsumen untuk membuat keputusan dengan membandingkan opsi. Efeknya dalam pikiran akan memberikan ilusi bahwa mereka seolah-olah sudah memilih opsi yang tepat, paling masuk akal dan bernilai. Alih-alih ini hanya strategi marketing saja.

 

4. Social Proof Bias

Social proof bias adalah kecenderungan orang untuk ikut-ikutan mengikuti tindakan atau keputusan banyak orang, apalagi jika berada dalam situasi di mana mereka merasa tidak yakin. Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa jika banyak orang yang melakukannya maka tindakan tersebut dianggap lebih benar dan layak diikuti.

Bias ini sering dimanfaatkan dalam pemasaran dengan menonjolkan ulasan pelanggan, jumlah pengguna, atau popularitas produk untuk membangun kepercayaan. Sederhananya; pikiran konsumen di framing serta di manipulasi dengan sukarela untuk mengikuti tren karena dianggap lebih benar jika telah diikuti oleh banyak orang.

Dalam psikologi marketing efek social proof sangat efektif karena menonjolkan testimonial kepuasan dari banyak orang yang sudah membeli atau memakainya. Efek bias kognitif yang satu ini menjadi andalan bagi semua seller di marketplace.

Hook-hook yang provokatif seperti misalnya; “Laptop HP terbaru ini sudah digunakan oleh lebih dari 100.000 profesional di seluruh dunia yang membuat pekerjaan mereka lebih produktif dan efisien.

5. Fear of Missing Out Bias

FOMO (Fear of Missing Out) adalah bentuk bias pikiran yang dalam konsep psikologi marketing dimanfaatkan untuk memanipulasi pikiran dan diciptakan untuk menciptakan rasa takut yang berlebihan dengan memanfaatkan rasa cemas, efek ketakutan orang, dimana mereka merasa takut ketinggalan jaman atau ketinggalan sesuatu yang lagi ngetren.

Perasaan cemas, takut ketinggalan ini akan mendorong orang untuk segera mengambil tindakan impulsif dengan membeli produk yang ditawarkan, mendaftar atau mengikuti tren yang sedang berlangsung agar tidak merasa tertinggal

Ingin tahu strategi marketing apa yang paling cocok buat bisnis kamu? Silahkan klik chat whatsapp di bawah ini

chat admin

Psikologi Marketing Mix

Singkatnya, bias kognitif adalah kecenderungan berpikir yang tidak rasional, sedangkan konsep psikologi marketing adalah teknik yang memanfaatkan kecenderungan tersebut untuk mencapai tujuan pemasaran. Konsep psikologi marketing bisa sangat efektif jika digunakan dengan bijak, namun juga bisa dimanfaatkan untuk memanipulasi konsumen.

Analoginya; jika bias kognitif diibaratkan sebagai pintu rumah, maka konsep psikologi marketing adalah kunci untuk membuka pintu tersebut. Kunci bisa digunakan untuk tujuan yang baik atau buruk, tergantung pada niat si pengguna. 

Hal penting yang harus diingat adalah;

Etika: Penggunaan psikologi marketing harus tetap etis dan tidak merugikan konsumen.
Transparansi: Konsumen berhak mengetahui strategi pemasaran yang digunakan.
Fokus pada Nilai: Selain memanipulasi, psikologi marketing juga bisa digunakan untuk memberikan nilai tambah bagi konsumen

Terima kasih telah berkunjung ke website kami, IM-No1 kursus private seo dan digital marketing no 1 di Indonesia tanpa batasan waktu belajar.

Jika bermanfaat silahkan di share ke sosial media kamu

 

5.0
5.0 out of 5 stars (based on 8 reviews)
Excellent100%
Very good0%
Average0%
Poor0%
Terrible0%

Video marketing Youtube

September 8, 2023

Video marketing di Youtube paling efektif untuk jualan, kita bisa dapatkan pembeli dari mana saja. Saya beberapa kali mendapatkan pembeli dari luar negeri dari Youtube

Iis Sudaryanti
Verified

Response from Internet Marketing No 1

betul sekali kak, bikin video marketing di Youtube, biaya murah, promosi jalan terus Non Stop selamanya

Terima kasih infonya Min

September 6, 2023

Cara mendapatkan leads memang gampang-gampang susah, kadang-kadang walaupun dikasih gratis tetap susah

Adi Kurniawan
Verified

Response from Internet Marketing No 1

Dari pengalaman kami, sebenarnya kalau audiens tsb memang membutuhkan produk atau jasa kita, suatu saat bakal jadi konversi kok. Poinnya pahami dahulu apa yang mereka butuhkan

Cara jualan perusahaan gede cuci otak dulu ya

December 18, 2024

Betul banget bang pernah beli tas garut 300 ribuan pas ke mall, anjrit modelnya mirip banget sama has pupies yg dijual jutaan😂

Suandi

Setuju sekali Min, kebanyakan orang beli memang karena emosi

August 1, 2024

contoh gampangnya coba aja lihat di mall, setiap kali ada sale pasti laris manis

Ciptono

Kalau gampang emosi?

March 13, 2024

Saya orangnya gampang emosi itu termasuk yang mana min?

Julius

 

×

Selamat Datang Bpk/Ibu

Ada yang bisa kami bantu?

× Ada yang bisa kami bantu ?